Pengaruh Budaya Asing terhadap Budaya Lokal di Era Globalisasi

Nama     : Fadhilah Nurmahdiyah
Kelas     : Pendidikan Matematika C 2018
NIM       : 18301244032
Mata Kuliah : Pendidikan Sosial Budaya

Pengaruh Budaya Asing terhadap Budaya Lokal di Era Globalisasi

Seiring dengan kian pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, arus globalisasi juga semakin menyebar ke segenap penjuru dunia. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dengan derasnya arus globalisasi merupakan dua proses yang saling terkait satu sama lain dan daling mendukung. Tak ada globalisasi tanpa kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi juga berjalan lambat jika masyarakat tidak berpikir secara global. Sementara itu, globalisasi juga menimbulkan dilemma untuk masyarakat. Di satu sisi manusia tidak bisa selalu hidup dalam keadaan tradisional atau hidup secara serba manual. Di sisi lain, globalisasi menimbulkan dampak dan pengaruh yang luar biasa yaitu tergerusnya nilai-nilai budaya yang merupakan ciri khas dari suatu bangsa, termasuk Indonesia. Sebagai contoh budaya-budaya baru yang seakan-akan menjadi gaya hidup baru masyarakat saat ini, seperti narkoba, materialisme, hedonisme, sekularisme, dan lain-lain. Bersamaan dengan munculnya fenomena-fenomena tersebut, masyarakat saat ini menjadi manusia yang bersifat individualis, enggan bergotong-royong, sungkan untuk membantu sesama, bersikap apatis (masa bodo), tidak hormat kepada orang yang lebih tua. Kejadian seperti itu sangatlah miris dan jika tidak diantisipasi sedini mungkin, akan mengakibatkan loose generation dimana satu bangsa yang dihuni  oleh manusia tidak lagi memiliki rasa percaya diri dan kebanggaan terhadap bangsa nya sendiri.

Jan Aart Scholte (2001) mengamati proses globalisasi melalui lima indikator : 1) internasionalisasi, 2) liberalisasi ekonomi, 3) westernisasi, 4) demokratisasi, dan 5) deteritorialisasi. Dari kelima indikator tersebut salah satunya adalah westernisasi, yaitu pendifusian nilai-nilai Barat ke dalam nilai-nilai lokal. Hal ini diindikasikan dengan mulai memudarnya budaya lokal dan kecenderungan homogenitas budaya dunia. Nilai-nilai globalisasi semakin memengaruhi kehidupan masyarakat, tak terkecuali dalam kehidupan sosiokultural. Kebudayaan lantas harus dipaksa untuk mengakomodasi pengaruh globalisasi. Kebudayaan sendiri diartikan Bourdieu (Soedarsono 1999) sebagai peta sebuah tempat, sekaligus perjalanan menuju tempat itu. Di dalam peta itu terkandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan dan keseluruhan struktur-struktur sosial, religious, serta segala pernyataan intelektual dan artistic yang menjadi ciri khas suatu masyarakat (Eppink, Soedarsono 1999). Kebudayaan juga menyimpan pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat (Taylor, Soedarsono 1999). Kemudian menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.



Seorang sosiolog, Talcott Parsons menyatakan jika suatu masyarakat pada suatu bangsa ingin tetap eksis dan lestari, maka ada empat paradigma fungsi yang harus terus dilaksanakan oleh masyarakat , Pertama, kemampuan memelihara system nilai budaya yang dianut. Budaya masyarakat itu sendiri akan berubah karena tranformasi nilai terdahulu menjadi saat ini, tetapi dengan tetap memelihara nilai-nilai yang ada, sehingga tidak akan terbentuk masyarakat baru yang lain. Kedua, kemampuan masyarakat beradaptasi dengan dunia yang berubah dengan cepat. Masyarakat yang mampu menyesuaikan diri dengan perubahan serta memanfaatkan peluang yang timbul akan menjadi unggul. Ketiga, adanya fungsi integrasi dari masyarakat yang berbeda-beda, akan terbentuk kekuatan sentripetal yang semakin menyatukan masyarakat. Keempat, masyarakat perlu memiliki tujuan bersama yang akan bertransformasi akan menjadi lebih baik. Selain itu, agar masyarakat bangsa tetap eksis, diperlukan kemampuan beradaptasi dengan perubahan dan kemajuan dunia yang begitu pesat. Masyarakat saat ini hidup dalam era globalisasi dan mustahil manusia dapat menghindari dari himpitan dan desakan dari globalisasi. Karena itu, menurut Afif Muhammad, membendung dan menghindari arus globalisasi, saat dunia sudah kehilangan batas-batas geogerafisnya, betul-betul merupakan usaha yang sia-sia. Tidak dapat dipungkiri bahwa globalisasi berdampak positif maupun negatif terhadap manusia. Dampak positif dari globalisasi antara lain dimana manusia dapat mengetahui apa yang akan terjadi dibelahan bumi yang lainnya dalam waktu singkat. Seseorang dapat menjelejahi dunia, walaupun hanya berada di dalam kamar berkat kemajuan teknologo berupa internet. Akan tetapi, globalisasi juga berdampak negative karena bisa menyebabkan hilangnya identitas diri, dan menyebabkan bergesernya pula nilai-nilai yang ada di masyarakat.

Situasi yang muncul adalah Indonesia menjadi salah satu pasar potensial berkembangnya budaya asing. Situasi ini mengancam budaya-budaya lokal yang sudah mentradisi, budaya lokal dihadapkan pada persaingan budaya asing. Permasalahannya, daya tahan budaya lokal relatif lemah dalam menghadapi serbuan budaya asing. Ketika permasalahan tersebut muncul, harus ada strategi untuk menangkalnya. Strategi itu dapat dilakukan dengan menguatkan daya tahan budaya lokal dengan menyerap sisi-sisi baik dan unggul dari budaya asing untuk dikombinasikan dengan budaya lokal sehingga ada perpaduan yang tetap mencitrakan budaya lokal. Selain dibutuhkan juga sikap yang tetap konsisten terhadap perilaku budaya asli. Artinya, arus globalisasi yang datang dari luar harus di respon secara kreatif. Aspek positif, tentu harus diambil sebagai suatu yang bermanfaat bagi kemajuan masyarakat itu sendiri. Upaya-upaya pembangunan jati diri bangsa Indonesia, termasuk nilai budaya dan Bahasa, nilai-nilai solidaritas sosial, kekeluargaan dan rasa cinta tanah air dirasa semakin memudar. Karena itu, jati diri bangsa sebagai nilai identitas masyarakat harus dibangun kokoh dan diinternalisasikan secara mendalam. Caranya, dengan menanamkan nilai-nilai kearifan lokal sejak dini.



Pengembangan nasionalisme Indonesia sangat erat hubungannya dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan dari cengkraman penjajah. Istilah nasionalisme memiliki dua pengertian, Nur (1994:684) berpendapat nasionalisme adalah paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri dan kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau actual Bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu. Sementara itu, Riff (1995: 193-194) nasionalisme berarti menyatakan keunggulan suatu afinitas kelompok yang didasarkan atas kesamaan Bahasa, budaya, dan wilayah.

Persoalan nasionalisme di era global sebenarnya bukan hanya masalah yang dialami Indonesia, Amerika Serikat, dan Malaysia pun sempat mengalaminya. Menurut Nurcholis Madjid bahwa komitmen pribadi pada nilai-nilai hidup yang luhur akan tidak bermakna apa-apa- jika yang bersangkutan tidak mewujudkannya secara nyata dalam tindakan hidup pribadi sehari-hari. Dalam hal ini, perihal komitmen terhadap nilai-nilai budaya yang ada dan berkembang di Indonesia yang sesuai dengan nilai-nilai dasar negara Indonesia menjadi sesuatu yang sangat urgent dalam membentengi terpaan budaya asing yang begitu kuat. Tidak ada pilihan lain bagi masyarakat Indonesia selain berpegang teguh pada nilai budaya bangsa, sebab tidak mungkin bagi Indonesia untuk mengisolasi diri dari pergaulan dunia yang jika tidak berhati hati pun akan mendegradasikan nilai budaya yang ada. Mengisolasi diri sama saja dengan membunuh perlahan, sedangkan bergaul dengan yang lain bukan tidak memiliki resiko, terutama terkait etika pergaulan antar manusia. Oleh karenanya yang diperlukan adalah sikap konsisten dalam menjunjung tinggi nilai budaya agar tidak kehilangan identitas.

Keberhasilan budaya asing masuk ke Indonesia dan mempengaruhi perkembangan budaya lokal disebabkan oleh kemampuannya dalam memanfaatkan kemajuan teknologi informasi secara maksimal. Karena itu, strategi yang harus dijalankan adalah meamnfaatkan akses kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sebagai pelestari dan pengembang nilai-nilai budaya lokal. Budaya lokal yang khas dapat menjadi suatu produk yang memiliki nilai tambah tinggi apabila disesuaikan dengan perkembangan media komunikasi dan informasi. Untuk itu dibutuhkan media bertaraf nasional dan internasional yang mampu meningkatkan peran kebudayaan lokal pentas dunia.

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk memfilter budaya asing yang masuk ke Indonesia adalah dengan mengambil hal-hal yang dapat dimanfaatkan di negara tersebut, misalnya teknologi, cara berpikir, dengan tetap melindungi budaya lokal. Baru-baru ini ada sebuah lagu yang viral yang dibuat oleh musisi Indonesia yang berjudul Lathi. Dalam lagu tersebut, ada unsur Jawa seperti Bahasa Jawa, tari-tarian Jawa, dan hal tersebut dipadukan dengan musik dan nada yang lebih modern. Hal tersebut bisa menjadi salah satu cara kita untuk memperkenalkan budaya lokal dengan memanfaatkan teknologi yang modern. Selain itu juga, ada kebiasaan baik yang dapat kita terapkan dari budaya asing, misalnya dalam hal disiplin, dan sopan santun.   

Daftar Pustaka
Affan, M. Hussin. Maksum, Hafidh. 2016. Membangun Kembali Sikap Nasionalisme Bangsa Indonesia dalam Menangkal Budaya Asing di Era Globalisasi. Jurnal Pesona Dasar. 3[4]: 65-72
Mubah, A. Safril. 2011. Strategi Meningkatkan Daya Tahan Budaya Lokal dalam Menghadapi Arus Globalisasi. Journal Unair. 24[4]: 302-308
Ruslan, Idrus. 2015. Penguatan Ketahanan Budaya dalam Menghadapi Derasnya Arus Budaya Asing. Jurnal Teropong Aspirasi Politik Islam. 11[1]: 1-19

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LEBIH LANJUT MENGENAI BUDAYA DAN ETNOMATEMATIKA

My Journey