AKTIVITAS PROSES BELAJAR MENGAJAR (PBM) MATEMATIKA INOVATIF
Nama : Fadhilah Nurmahdiyah
NIM : 18301244032
Kelas : Pendidikan Matematika 2018
Mata Kuliah : Filsafat Pendidikan Matematika
AKTIVITAS PROSES BELAJAR MENGAJAR (PBM) MATEMATIKA INOVATIF
Perkembangan zaman dirasanya mengalami perubahan yang
sangat terlihat. Mulai dari zaman serba tradisional dimana semua aktivitas
dilakukan melalui beberapa tahapan atau proses, dari segi alat atau barang yang
digunakan pun masih manual. Selanjutnya mulai ada perkembangan atau kemajuan,
misalnya proses atau tahapan yang dilakukan tidak terlalu banyak, dan alat yang
digunakan pun praktis digunakan. Dan saat ini sampai kepada zaman teknologi,
dimana alat-alat yang digunakan tidak lagi tradisional, dan sumber daya manusia
tidak terlalu banyak digunakan, alat-alat tersebut bisa beroperasi sangat cepat
bahkan melebihi kemampuan manusia. Dari segi pendidikan pun banyak mengalami
kemajuan. Contohnya pada zaman dahulu, pembelajaran di sekolah atau di kelas
menggunakan papan tulis dan kapur, yang kapur tersebut mudah sekali patah dan
habis sehingga memerlukan banyak cadangan atau simpanan. Semakin berkembang
diganti dengan papan tulis yang menggunakan spidol, spidol tersebut lebih
praktis dan mudah dihapus, pengisiannya pun mudah. Saat ini penggunaan papan
tulis sudah semakin berkurang, diganti dengan suatu teknologi yang dapat
menampilkan materi yang diajarkan yang telah dibuat sebelumnya menggunakan
aplikasi, sehingga tidak perlu menulis di papan tulis. Namun jika alat-alat nya
saja yang mengalami perkembangan, dan tidak dibarengi dengan metode atau
cara-cara pembelajaran yang inovatif, bisa saja membuat para siswa mengalami
kebosanan. Maka dari itu dengan adanya alat-alat penunjang yang dapat membuat
proses belajar mengajar menjadi lebih mudah, diharapkan metode atau cara-cara
nya pun mengalami perubahan yang semakin lebih baik.
Pendidikan di Indonesia pada awalnya menggunakan
konsep Teacher Centered dimana proses pembelajaran benar-benar hanya
dari guru saja. Murid mendengarkan penjelasan guru, mengerjakan latihan soal
dari guru, dan lain-lain yang berkaitan, tetapi tidak menutup kesempatan siswa
untuk bertanya, hanya saja tidak diberi kesempatan untuk menuangkan pikiran
siswa. Sampai kepada Kementerian Pendidikan di tahun 2013 merubah kurikulum pendidikan
yang sebelumnya menjadi Kurikulum 2013 dimana mulai menerapkan Student
Centered. Perubahan ini tentu saja menimbulkan pro dan kontra. Guru-guru
mengalami kesulitan dalam penyampaian materi dengan cara seperti ini, sementara
materi yang diajarkan cenderung padat. Tetapi dari perubahan ini sebenarnya
dianggap sebagai proses pembelajaran yang inovatif, disajikan dengan cara yang
berbeda dan banyak memberi kesempatan untuk masing-masing siswa menyampaikan
pemikirannya. Berikut beberapa model atau metode pembelajaran inovatif yang
dapat diterapkan di era sekarang.
1. Model
ASSURE
Model ASSURE dikembangkan oleh
Sharon Smaldino, Robert Heinich, Michael Molenda, James Russel pada tahun 1990.
Model ASSURE membimbing, merencanakan, dan mengembangkan pembelajaran
matematika secara sistematis dan efektif dengan penggunaan teknologi dan media
untuk belajar. Kelebihan model ASSURE diantaranya lebih sederhana dan mudah
digunakan oleh guru, siswa dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran dan
penggunaannya dalam waktu yang relative singkat. Sedangkan keterbatasan dari
model ini yaitu adanya penambahan tugas dari guru, tidak didukung komponen
suprasistem yang berdampak pada proses pembelajaran yang tidak dapat diukur.
Dari beberapa penelitian yang telah ada, model pembelajaran ini dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Selain itu jika dipadukan
dengan media Schoology, dapat menunjang ketiga komponen PISA.
2. Flipped
Classroom
Model Flipped Classrom merupakan
perpaduan pembelajaran di rumah dan di sekolah. Sebelum pembelajaran di kelas,
guru memberikan materi yang harus dipelajari siswa, dan pada saat di kelas,
siswa mengerjakan latihan soal serta berdiskusi mengenai materi yang kurang
dipahami. Dari penelitian yang sudah dilakukan, model pembelajaran ini mampu
meningkatkan kemandirian belajar siswa. Mau tidak mau siswa diminta untuk
mempelajari materi nya terlebih dahulu karena saat di kelas hanya dibahas
materi yang kurang dipahami. Kelebihan dari model Flipped Classroom
adalah siswa dapat menyesuaikan kecepatan belajar nya masing-masing dan saat di
kelas, siswa diberi kesempatan untuk bertanya dan mendapatkan penjelasan dari
bagian yang kurang dipahami. Keterbatasan nya yaitu guru diharuskan membuat
media atau materi pembelajaran untuk dipelajari siswa yang diharapkan mudah
dipahami atau digunakan oleh siswa.
3. Pembelajaran
Berbasis Etnomatematika
Etnomatematika, adalah matematika yang
dikaitkan dengan budaya. Pembelajaran berbasis etnomatematika berarti dalam
menyampaikan materi, konteks yang digunakan adalah budaya setempat. Misalnya
dalam bidang geometri bisa dari bangunan bersejarah. Umumnya pembelajaran ini
menggunakan media LKS, dimana diawali dengan memunculkan suatu masalah yang
diambil dari budaya setempat. Kelebihan dari pembelajaran berbasis
etnomatematika ini adalah siswa dapat melihat langsung benda-benda atau budaya
sekitar yang ternyata budaya tersebut ada kaitannya dengan matematika, sehingga
mudah dicerna oleh siswa. Sedangkan keterbatasannya adalah konteks yang
digunakan tidak bisa disamakan dengan daerah lain, walaupun penerapan materi
nya sama, dan juga pengetahuan awal yang harus dimiliki siswa adalah mengetahui
budaya itu terlebih dahulu sehingga dapat memahami masalah yang disajikan.
4. Model
Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif menggunakan
kelompok kecil dalam pembelajarannya. Kelompok kecil dibentuk dari siswa yang
mempunyai kemampuan berbeda-beda yang kemudian bekerja sama untuk memahami
materi dan menyelesaikan masalah. Model kooperatif ini menekankan pada
keaktifan siswa dan saling bekerja sama antar anggota kelompok. Banyak macam
dari model kooperatif ini, antara lain :
a. Student
Teams Achievement Division (STAD), tipe ini
menekankan pada interaksi antar siswa untuk saling memotivasi dan membantu satu
sama lain untuk memperoleh hasil yang maksimal.
b. Group
Investigation, tipe ini dalam proses
pembelajarannya, kelompok diberi satu topik lalu kelompok bersama guru
merumuskan tujuan dan langkah-langkah belajar.
c. Jigsaw,
tipe ini dibentuk 2 kelompok besar, yaitu kelompok ahli yang berisi siswa-siswa
dengan topik yang sama, dan kelompok asal yaitu kelompok yang dibentuk secara
acak dan tidak bergantung pada topik yang sama.
d. Team
Assisted Individualization (TAI), tipe ini dirancang
untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individu. Jadi, siswa diberi
suatu permasalahan yang sama, setelah mengerjakan secara individu, siswa
dibentuk kelompok lalu mendiskusikan hasil jawaban-jawaban mereka.
e. Think
Pair and Share, berbeda dengan tipe sebelumnya,
tipe ini tidak dibentuk suatu kelompok, namun berdiskusi dengan teman di
dekatnya.
f.
Make a Match,
tipe ini menggunakan media kartu, siswa diminta untuk mencari pasangan dari
kartu tersebut. Kartu bisa berisi jawaban atau rumus yang bersesuaian.
g. Number
Heads Together (NHT), tipe ini guru memberi
penjelasan materi di awal, lalu dilanjutkan dengan memberi sebuah kuis, setelah
itu dibentuk kelompok kecil yang selanjutnya diberi suatu masalah yang
dipecahkan secara berkelompok. Guru selanjutnya menunjuk salah satu anggota kelompok
untuk menjelaskan hasil jawaban kelompoknya.
5. Project
Based Learning (PjBL)
Model pembelajaran ini menggunakan proyek
sebagai masalah yang akan dipecahkan dan dicari solusi nya. Model pembelajaran
ini memberi pilihan kepada siswa untuk dapat bekerja secara individu atau
berkelompok. Siswa akan mengalami proses pembelajaran yang bermakna dengan
membangun pengetahuannya sendiri, yang tentu nya juga harus didampingi oleh
guru agar terarah. Penelitian-penelitian yang sudah dilakukan membuktikan model
pembelajaran project based learning dapat meningkatkana kemampuan
pemecahan masalah siswa. Kelebihan dari model pembelajaran ini adalah
memberikan pengalaman yang baru untuk siswa dalam memecahkan suatu masalah,
mendorong siswa untuk menuangkan pemikirannya dan berpikir kreatif, sedangkan
kelemahannya yaitu membutuhkan waktu yang lebih lama, biaya dan peralatan harus
memadai, dan jika dikerjakan secara berkelompok, khawatir setiap anggota
kelompok tidak dapat terlibat penuh.
DAFTAR PUSTAKA
Afriyanti, I., Wardono, W., &
Kartono, K. (2018). Pengembangan Literasi Matematika Mengacu PISA Melalui
Pembelajaran Abad Ke-21 Berbasis Teknologi. PRISMA, Prosiding Seminar
Nasional Matematika, 1, 608-617. Retrieved from https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/article/view/20202
Kurniawati, Meyla., Santanapurba.,
& Kusumawati, Elli. (2019). Penerapan Blended Learning Menggunakan Model
Flipped Clasroom Berbantuan Google Classroom dalam Pembelajaran Matematika SMP.
Edu-Mat, 7(1), 8-19.
Nurfitriyanti, Maya. (2016). Model
Pembelajaran Project Based Learning terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika. Jurnal Formatif, 6(2), 149-160.
Ranti, Hanum. (2015). “Model-Model
Pembelajaran Matematika Kurikulum 2013”. Diakses dari www.hrinovatif2.wordpress.com pada
24 Oktober 2021.
Kencanawaty, Gita., Irawan, Ari. (2017). Penerapan Etnomatematika dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Berbasis Budaya. Ekuivalen, 169-175.
Komentar
Posting Komentar